Tulisan ini saya dedikasikan untuk diri saya sendiri. Sebagai reminder dan sebagai bentuk rasa syukur, bahwasanya saya diberi kesempatan untuk menggeluti dunia Arab, bahasanya. Alhamdulillah :)
Saat ini saya diberi rezeki berupa kesempatan untuk mengajar Bahasa Arab untuk ummahat dan anak-anak. Dan mereka benar-benar pemula. Ini merupakan pengalaman baru buat saya karena sebelumnya saya pernah mengajar Bahasa Arab SD, SMP dan SMA Islam yang pastinya mereka sudah terbiasa menulis arab dan punya bekal mufrodat yang cukup lumayan.
Kesempatan emas? Jelas sekali... bagaimana tidak? Saya mengajar Bahasa Arab di sekolah untuk kurun waktu sebentar, sisanya saya mengajar yang bukan bidang saya hehehe... Skill mengajar jadi tidak terasah dan teori mengajar yang didapat selama kuliah tidak dikembangkan dan akhirnya perlahan-lahan menguap.
Walaupun saat ini level saya dalam berbahasa Arab masih pasif, saya berharap dengan mengajar skill berbahasa Arab saya meningkat dalam semua aspek. Karena saya pikir belajar bahasa apapun sama, harus bagus di semua aspek. Aspek yang dimaksud adalah berikut ini :
Kitabah/ Writing
Ini basic yahh... belajar nulis dulu, apalagi Bahasa Arab. Repot kalau tidak bisa menulis. Mulai dari huruf tunggal hijaiyyah, setelah itu huruf hijaiyyah sambung. Problem yang sering saya temui di lapangan adalah beberapa peserta didik tidak tahu mana huruf hijaiyyah yang bisa disambung dan mana yang tidak bisa disambung. Tidak hanya peserta didik anak-anak lohhh... Peserta didik dewasa juga banyak yang seperti ini. Jadi sebelum mengajar pastikan kemampuan peserta didik dalam menulis. Kalau belum bisa ya berarti dipahamkan dan dibaguskan dulu menulis huruf hijaiyyahnya, baik tunggal maupun sambung.
Pastikan sesi menulis huruf hijaiyyah dibuat seasyik mungkin dengan reward bintang misalkan, khusus peserta didik anak-anak. Karena mereka gampang menyerap pelajaran tetapi juga gampang trauma kalau sudah illfeel dengan pelajaran tertentu. Dan saya pernah menjumpai kasus seperti ini. Jadi sebagai guru Bahasa Arab, yuk cek metode mengajar kita di kelas. Jangan sampai metode kita membuat peserta didik bosan, illfeel apalagi trauma.
Qiro’ah/ Reading
Setelah bisa menulis harus bisa baca. Ya tentu saja kata yang berharokat. Lucunya, sebagian peserta didik dewasa yang saya temui membaca teks arab/ wacana dengan kaidah tajwid hehehe... Memang harus disosialisasikan bahwasanya membaca teks arab/ wacana tidak perlu pakai kaidah tajwid.
Skill ini seiring waktu akan berkembang bila peserta didik sudah hafal cukup banyak mufrodat, bahkan mereka jadi bisa membaca teks mufrodat gundul. Karena mereka sudah sering melihat penulisan mufrodat tersebut sebelumnya, jadi tanpa harokat pun mereka bisa baca.
Sima’iy/ Listening
Untuk aspek Sima’iy saya baru melakukan 2 cara. Yaitu;
2. Membacakan mufrodat baru (beserta artinya) yang akan dihafal dan meminta peserta didik mengikutinya. Beberapa peserta didik tidak biasa dengan adanya panjang-pendek huruf, itu kenapa kontinyuitas guru dalam membacakan mufrodat baru diperlukan. Supaya mereka tidak salah hafal mufrodat gara-gara salah baca panjang pendek.
1. Bermain tebak mufrodat yang sudah dihafal pada pertemuan lalu. Sejauh ini saya baru mengkreasikan dengan 2 cara;
- Menunjuk peserta didik atau mereka yang saling tunjuk untuk menebak mufrodat atau arti mufrodat tertentu yang sudah dihafal.
- Menunjuk peserta didik untuk menyebutkan 3 mufrodat yang sudah dihafalkan beserta artinya kemudian memintanya untuk menunjuk peserta didik lain dan ini dilakukan berulang sampai semua peserta didik kebagian. Setelah itu di sesi kedua, minta peserta didik untuk menambah 3 mufrodat lagi (jadi total yang disebutkan di sesi kedua ada 6 mufrodat). Dan ini bisa diteruskan sampai peserta didik mampu menyebutkan 10 mufrodat, tergantung kesepakatan akan jumlah mufrodat, reward dan hukuman. Hukuman bukan untuk menakut-nakuti, hanya supaya mereka lebih fokus dan mendengarkan apa yang temannya sebutkan. Bagi pemula memang ditekankan untuk menghafal banyak mufrodat. Dan mereka biasanya lebih mudah hafal dengan benda yang setiap hari dilihat dan sudah diklasifikasikan. Contoh pengklasifikasiannya; benda-benda di kelas, nama-nama binatang, nama-nama bunga dll.
2. Membacakan mufrodat baru (beserta artinya) yang akan dihafal dan meminta peserta didik mengikutinya. Beberapa peserta didik tidak biasa dengan adanya panjang-pendek huruf, itu kenapa kontinyuitas guru dalam membacakan mufrodat baru diperlukan. Supaya mereka tidak salah hafal mufrodat gara-gara salah baca panjang pendek.
Adapun yang ingin saya lakukan kedepan;
3. Membiasakan Bahasa Arab di kelas. Berupa percakapan ataupun penyampaian materi. Percakapan Bahasa Arab bisa diaplikasikan dalam menyapa, menanyakan arti, memberi perintah atau larangan dll. Intinya membeumikan Bahasa Arab dimulai dari percakapan ringan sehari-hari di kelas. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan di kelas pemula. Tunggu minimal 6 bulan, setelah mereka punya bekal mufrodat cukup banyak. Itupun setelah guru menyampaikan dalam Bahasa Arab harus ditejemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dulu supaya peserta didik terbiasa. Kembali ke pepatah lama; ala bisa karena biasa.
Takallum/ Speaking
Skill ini adalah level tertinggi dari semua bahasa. Ya, tujuan belajar bahasa asing apapun itu pasti supaya bisa bicara dalam bahasa tersebut. Nah, Khusus dalam Bahasa Arab, ada sebagian peserta didik yang niat belajarnya supaya bisa paham dengan Al-Qur'an dan Hadist. Salah kah? Tidak lahhh... kenapa? karena menurut pengalaman di lapangan, bila orang dewasa (=bukan anak kuliahan) belajar Bahasa Arab, itu karena mereka ingin bisa mengajarkan anaknya Bahasa Arab. Membantu anak mengerjakan PR Bahasa Arab misalkan. Atau mereka murni ingin paham apa yang mereka baca ketika tilawah (=baca Al-Qur'an) walaupun mereka sudah pakai Al-Qur;an terjemah. Memang lebih enak kalau bisa menerka sendiri artinya. Ya... jadi niatnya semulia itu.
Terlepas dari apapun niat peserta didik ketika masuk kelas Bahasa Arab, nantinya setelah mereka hafal banyak mufrodat dan skill Sima’iyyah/ Listening mereka terasah, mereka akan terbiasa bercakap dalam Bahasa Arab. Minimal percakapan yang aplikatif untuk keseharian. Misalkan; perkenalan, izin ke toilet, meminjam barang, menawarkan sesuatu, bertanya ke guru dll. Intinya percakapan yang paling sering ditemui dalam keseharian.
#Chapter 1